Category Archives: WEDARAN WIRID I

TANDA-TANDANYA HARI QIAMAT


Bab 13
KETERANGAN TENTANG
TANDA-TANDANYA HARI QIAMAT

Di ayat Al-Mukminin : 99 – 100, ada kata Bardzahchun (aling-jawa) benbatas, yaitu yang disebut Kubur, jadi orang pintar dan gagah itu tidak bisa kembali lagi, karena sudah hancur dan busuk tidak bisa dipakai lagi karena sudah ditinggalkan (mati), akan tetapi yang menempati alam kubur hanya keinginan-keinginan di waktu hidup didunia, permintaannya bisa terjadi lagi, itu keluhan si Roh tadi.

Roh yang menempati alam kubur itu tidak akan terjadi lagi seperti tubuh yang kita pakai lagi, seperti halnya pakaian yang tidak koyak dibuang, harus ganti yang baru lagi dan seterusnya. Dan umpama Roh tadi bisa lahir lagi memakai jasmani, diterangkan di sifat 20 :

1. Roh (jiwa manusia) memakai sifat 20 yang ke 5, yaitu sifat Allah Qiyamuh Binafsihi; berdiri sendiri, bangun sendiri tanpa ada sebab apa-apa (Qiamat), umpama Roh tidak memakai jasmani geraknya berdiri sendiri, bisa melewati alam kosong (suwung-jawa), tidak ada yang menghalang-halangi, Roh pergi tanpa keinginan yang kotor, umpama air kotoran itu bercampur apa, kotoran Roh tadi sudah membekas (tabet-jawa) dari keinginan nafsu serakah (tamak) dan sebagainya yang keinginannya tidak seberapa (pasif), ada yang hanya getaran (aktif). Yang aktif itu bebannya berat, mudah tenggelam dalam air, dan yang pasif tadi tidak tenggelam. Karena dua-duanya sama-sama menanggung beban, itu sebabnya bisa lahir lagi karena kodratnya Allah sendiri. Dan dari kata-kata sendiri (Qun Fayakun) apa yang dikehendaki, umpama ingin menghadap kepada-Nya (kehadapan Allah).

2. Ukurannya hanya 2 :

a. Siapa saja yang Rohnya bisa menyatu dengan sifat Layu Kayafu (lan kena kinaya-jawa) sama dengan menghadap Allah.

b. Tidak akan menghadap atau di Qiamatkan lagi, walaupun didunia kelihatannya Alim dan Takwa.

Menurut keterangan diatas, Roh itu hanya ada 2 jenis; Baik dan Kotor. Suci ukuran dunia; tidak pernah menjalani perbuatan yang tidak baik, tetapi suci ukuran Allah; tidak pilih kasih tetapi sama saja (sama) mengerjakan kata-kata di ayat Qur’an Surat Al-Arraf : 29 diatas, artinya bisa merasakan seperti bayi yang baru lahir, tetapi ukuran dunia sebaliknya; suci bagi Allah, kotor itu semua yang merasakan yang mengalami yaitu yang menanggung sengsara, dan sengsarnya (menanggung Roh menyorong munndur majunya kemauan) tidak diketahui yang lain kecuali Allah Yang Maha Tahu. Tentang itu tadi batin bisa mengingkari, bukti dan rasanya menanggung itu siapa saja yang menyesali barang yang telah hilang walaupun sedikit pikirannya teringat, marah dan hidupnya tidak tentram.

Orang mati keluarnya nyawa melewati rasa, ingat asal Rohnya masih merasa memiliki apa-apa, walupun sudah ditinggal Rohnya sudah tidak merasa apa-apa, orang yang sudah menyingkirkan keinginan Sekaralnya (sekaratul maut) tidak melalui rasa ingat, sama dengan menyatunya hamba dan Allah (Layu Kayafu).

Karena jalannya Qiamat sudah diterangkan, oleh sebab itu tanda hari Qiamat bila diselaraskan dengan tanda Lahir ternyata cocok. Di keterangan Qiyamuh Binafsihi; berdiri dengan sendiri, besar sendiri, bergerak sendiri, buang hajat sendiri, buang air seni sendiri, hidup sendiri artinya memiliki sifat Qiyamuh Binafsihi yaitu sifatnya Allah.
Air mani yang dikeluarkan dari Pria diterima oleh mani wanita, lalu menjadi gumpalan darah didalam Rahim Ibu menjadi bentuk seperti bayi masih bentuk titik lubang kecil, lubang lama kelamaan membentuk lubang-lubang alat untuk bekerjanya Panca Indra, lama-lama membentuk bayi yang sempurna laki-laki atau perempuan, sebab adanya sifat 20 Qiyamuh Binafsihi.

Tiap-tiap yang hidup itu bisa besar sendiri, tumbuh sendiri (Qiyamuh Binafsihi), sifat membesarkan (mengembangkan) dan membentuk dan lain-lain. Karena perut wanita kecil jadi tidak tahan menahan benda yang membesar, lalu lair sendiri karena sifat Qiyamuh Binafsihi. Jadi lahir itu perjalanan yang tetap (Qiyamat), jadi bayi lahir 9 bulan 10 hari itu ketentuan kodrat (batas melahirkan) dan kalau ada bayi lahir sebelum waktunya itu kesalahan yang mengandung (kurang perawatan) atau kecelakaan.

Firman Allah : Qur’an surat Al-Zalzalah : 1 – 8 ;

1. Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat),
2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
3. dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”,
4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
6. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) amal perbuatan mereka,
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun (debu yg halus), niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Kata Guncang atau bergerak kuat itu terjadi seperti karena gempa, gunung meletus, tanah longsor. Umpama goyangnya badan jasmani, sebenarnya mengalami kejadian tadi seperti gemetar takut jumpa dengan harimau, gemetar hampir kejatuhan kelapa dan lain-lain, seperti itu sebenarnya bukan hancurnya tubuh (jasmani), tetapi tetap keadaan hidup dan bisa merasakan apa-apa,

Qur’an surat Al-Qaari’ah : 1 – 11 ;

1. Hari Qiamat,
2. apakah hari Qiamat itu?
3. Tahukah kamu apakah hari Qiamat itu?
4. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
5. dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan’
6. Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
7. maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan’
8. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
9. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah’
10. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
11. (Yaitu) api yang sangat panas.

Surat diatas bila kita teliti secara jernih, intisarinya Qiamat itu bukan kerusakan tetapi tentang kejadian-kejadian yang sangat mengherankan. Menerangkan rahasia-rahasia ayat yang diatas perlu contonh-contoh yang bersangkutan ilmu bumi dan sejarah;

1. Pada zaman dahulu manusia hidup menurut Kodrat, kebisaaan melahirkan kandungan sangat berbahaya menurut ukuran zaman dahulu karena sudah ada adat tradisi, jadi bagi orang zaman sekarang dianggap bisaa, contoh yang diatas kalau di qiyas (teliti) dengan keadaan jasmani, persis makna ayat suci yang diatas ada kata-kata kejadian yang mengerikan, maksudnya bagi perasaan bergetar karena takut dan badan merasa pegal-pegal dan gemetar yang dirasakan oleh wanita yang mengalami melahirkan pertama.

2. Bila ada wanita yang hamil pertama kali perutnya pasti bulat dan runcing sperti gunung, lalu sewaktu melahirkan mereka merasa ketakutan (ngeri-jawa) dan badannya pegal-pegal dan lain-lain. Seperti apa rasanya wanita yang akan melahirkan, ada yang mengatakan perang Sabil (perang suci karena Allah) jika tidak selamat bisa saja mati, karena sudah waktu perutnya mengecil karena isi perutnya yang belum diketahui sudah keluar (lahir) dan perutnya yang menonjol seperti gunung mengabarkan kepada yang melahirkan, tentang apa yang dilahirkan tadi. Kalau itu dikatakan gunung meletus mirip dengan ayat-ayat Al-Zalzalah tadi tentang gunung meletus, bumi bergoyong-goyang hebat. Kalau itu disampaikan orang semestinya tidak cocok dengan ayat Al-Qur’an seperti diatas, karena ayat mengatakan hanya gunung, karena kalau berhubungan dengan perasaan gunung itu sama dengan menempati jasadnya manusia sendiri. Surat Al-Zalzalah : 2 ; mengatakan : mengeluarkan semua isinya, itu tinggal menebak saja isi kandungan tadi. Pada ayat : 6; ada kata supaya mengetahui usahanya sendiri, sudah jelas pasti lahir lagi dari keinginan nafsu, karena nafsu menyebabkan mengutif keinginan yang terdahulu (hidupnya dahulu). Artinya ayat : 7 – 8 ; keterangannya lebih jelas dan manusia tetap berjalan dari melanjutkan keinginan kehidupan dahulu, sudah jelas sebabnya lahir lagi untuk mengutip hasil yang membekas, jadi bekas yang tidak baik membayar yang tidak baik dan baik membayar baik, dan menurut perasaan buruk dan baik orang lain tidak mengetahui, hanya pikiran sendiri.

Buktinya bagaimana ayat suci diatas tadi hidup shari-hari, itu terdapat pada 11 ayat, Surat Al-Qaari’ah : 1,2,3, artinya pada sewaktu hari melahirkan bayi (tanda Qiamat) yang pertama di alami oleh wanita dan setiap makhluk perempuan, para makhluk yang menjadi wadah umat. Karena itu ayat : 4 mengatakan para wanita (istri) hari itu merasa takut, was-was, sangsi-sangsinya itu sebenarnya tidak sendiri, karena pada hari itu wanita diseluruh dunia ada yang mengalami melahirkan atau terkena guncang-guncangan (Qiamat). Ayat : 5, artinya disitu ada kata gunung hancur seperti Dzarah (debu yang halus), ayat itu sebenarnya ditujukan kepada perasaaan yang merasakan akibat tadi. Umpama kepala terbentur benda keras, sewaktu kepala merasa pusing dan sakit mengakibatkan mata berkunanng-kunang dan berputar-putar seperti debu yang halus berterbangan, sperti itu sebenarnya tidak terjadi benar-benaran, hanya umpama. Pusing para wanita yang baru hamil 3 bulan (waktu melahirkan/keguguran). Ayat : 6, di tujukan kepada yang baru mengalami rumah tangga atau sicalon orang tadi (bayi), jiwanya membawa bekas keinginan yang dulu baik atau buruk. Apa sebabnya kalau bayi lahir tadi membawa bekas hidupnya yang dulu, tingkah laku tidak sama dengan yang membawa dahulu, karena sudah lain tempatnya (jasmani).

Jiwa (roh) itu tidak memilih jasmani yang mana, sebab sudah kehendak Allah, dan jasmani itu barang baru yang bisa rusak dan busuk, karena yang bertanggung jawab itu bukan jasmani melainkan Rohani (rohnya), jadi bukan pekerjaan sepak atau terjang manusia yang dahulu. Yang memakai jasmani lagi, tetapi perjalanan Roh yang dahulu untuk membayar bekas-bekas keinginan (Tabet-tabet-jawa) keinginan.

Ayat : 7, menolak salah pendapat yang mengatakan dunia itu hancur, di ayat itu terdapat kata hidup, yang maksudnya hidup yang memakai jasmani yang lengkap dan hidup., itu bukan hancurnya keadaan. Jadi benar dengan keterangan lahir di dunia dengan keadaan selamat. Jadi kalau ada bayi lahir (Qiamat) mati (tidak ada tanda-tanda hidup), itu sudah lain urusan lagi, artinya tidak di bicarakan di kitab suci Al-Qur’an, dan lainnya yang dibicarakan dan yang ditakut-takuti melalui siksa dan lain-lain, jadi lahir tidak hidup itu bukan benda apa-apa, sama dengan barang yang tergeletak ditanah.

Keterangannya begini; bayi lahir mati itu seperti mainan anak-anak, mobil-mobilan, boneka dan lain-lain. Beda bayi lahir hidup. Lalu sekian menit mati itu Rohnya yang memakai jasmani baru tadi rohnya keluar, gentayangan di alam kubur, mengalami seperti sebelum memakai badan jasmani.

Dan ayat : 2, sebaliknya dari ayat : 6, ayat : 9, mengatakan tempatnya dineraka, itu kebisaaan dari dahulu, neraka itu dianggap tempat yang ada apinya yang menyala-nyala, mengerikan dan lain-lain. Lalu di karang atau ditafsirkan disana menakut-nakuti. Mencari nama neraka tidak berbeda dengan mencari kata-kata Qiamat, kubur atau Barzah. Di cari keterangannya yang luas sehubungan dengan pendapat Hadist Nabi, Wali dan Mukmin haz.

a. Kata-kata di Al-Qur’an surat Maryam : 95 :

“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari Qiamat dengan sendiri-sendiri.”

Surat Al-Kahfi : 48 ;

“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama (bayi lahir); bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu[hari pembalasan] perjanjian”

b. Kata-kata di Injil surat Korinta 16 Pag 475 Yes 25, 8 ayat 51, 52, 53 dan 54 tentang Qiamat; “dan Kamu kuberitakan simpanan (rahasia), begini; kita tidak mengalamai mati semua, tetapi semua akan merubah wajah, spontan (sekejab mata) bersama terompet (sangkakala) yang terakhir. Sebab sangkakala akan berbunyi, orang mati akan dibangunkan jadi abadi, dan kita akan berubah wujud (jasad baru).

Di atas tadi ada kata-kata Reinkarnasi, menjelma, kalau melihat sehari-hari mati, hidup, buah, tetap bergilir dari zaman dahulu. Jadi kata penjelmaan itu tetap ada yang sudah ditetapkan dari Sunnahnya Allah, seperti dunia sudah diatur secara sempurna.

Sebenarnya Islam itu menolak lahir lagi, karena ada ukuran Islam di dunia kalau sudah menyatu dengan Allah (At’tauhid), kalau sudah mati sudah sempurna (Innalillahi Wa Inna Illaihi Raji’un). Kata-kata surat Maryam : 95, mengatakan : “semua pada hari Qiamat akan menghadap kehadapan Allah dengan sendiri”.

Kata sendiri bagi ukuran lahir, sama dengan tidak berteman, di wedaran Wirid sebenarnya bayi lahir kedunia sendiri, tidak merasakan apa-apa, tidak mengetahui ibunya, apa saja itu tidak bisa diteliti dengan ayat Qur’an, surat Al-Kahfi : 48 di atas, umpama ada bayi lahir kembar atau lebih, antara sibayi dengan bayi yang lain tidak mengenal dan tidak ingat apa-apa.

Untuk meyakinkan keterangan di atas, ayat dari kitab Injil mengatakan “kita tidak akan mati semua, artinya bukan rusak dunia dan umatnya, tetapi masih lestari hidup didunia, jadi yang mengatakan Qiamat itu rusak, itu tidak benar. Ada kata-kata lagi begini : “semua berubah wajah dengan sekejab mata”, berubah sekejab mata itu jelas benar, bila ada lahir wajahnya berupa-rupa, ada yang gagah, cantik, jelak dan lain-lain, orang hanya tahu saja itu datangnya ke dunia hanya sekejab mata, berubah wajah itu artinya jasmaninya di ganti dengan jasad yang baru.

Si X yang tadi mempunyai idam-idaman, keinginan mempunyai wajah yang cantik, walaupun keinginan lama membekas (tabet-jawa) tetap tidak bisa karena sudah ganti Roh si X di Qiamatkan melalui jasmani baru.

Qur’an surat Al-Mukminun : 99 – 100 ;

99. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)”

100. “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”

Artinya orang mati itu tidak bisa berusaha apa-apa lagi, balik seperti semula atau memohon yang lebih baik, karena dibatasi alam barzah, siapa yang mati jasmaninya hancur jadi abu (tanah). Di Indonesia tidak ada orang yang seperti Gajah Mada, artinya cita-cita yang melekat pada Roh Gajah Mada diteruskan dengan bayi yang wajahnya tidak seperti Gajah Mada. Ayat suci di kitab Qur’an surat Ar-rum : 52 ;

“Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang”

Artinya ayat-ayat itu jelas, bila kita-kita suci Injil, Taurat, Zabur dan Al-Qur’an itu tidak bisa untuk memberi ilmu kepada orang yang berada di dalam kuburan, tetapi kitab-kitab itu isinya untuk orang hidup dan jalannya yang menyentuh dengan tentang Qiamat, sebenarnya sama dengan lambang (istilah), karena di situ banyak kata-kata yang intisarinya seperti dunia dan isinya hancur seperti debu.

Kalau menyatakan kata-kata ayat yang ada, ada yang berbeda :

1. Kejadiannya benar-benar terjadi,

2. sebagai contoh, kalau dua-duanya diteliti sama-sama masuk akal, umpamanya seperti terjadinya hari Qiamat.

Siapa saja kalau badan merasa sakit, melihat apa-apa pasti pusing dan badan terasa goyang (pitam-jawa). Contoh di atas kalau dicocokan dengan ayat-ayat Al-Qur’an orang-orang yang hidup bisa merasakan, Dan bisa di rasakan orang yang mati mengalami sekaratul maut, masih bisa merasakan tanggung jawab Roh.

Kata-kata mengalami sekaratul maut, itu belum mati, karena masih bisa merasakan. Sekaratul maut itu apa tidak di katakan Qiamatnya Roh yang akan pindah ke alam kubur. Qiamat itu bangkit dari kubur, kalau sekaratil maut itu merasa tidak enak, karena belum mati. Walaupun merasa pusing karena terbentur atau sewaktu Sekaratil Maut masih bisa ingat dan ingat itu alatnya orang hidup.

Menurut ucapan Nabi Muhammad SAW yang terdapat di Hadist riwayat Bhukari seperti yang di atas, Qiamat artinya tumbuh dari bawah keatas (dari Sudra ke Brahmana-kasta), dari sifat rendah menjadi sifat luhur atau mulia.

Nabi Muhammad dan Qur’an tidak pernah mengucapkan Qiamat itu rusak / hancur. Dan dalam buku Wirid Hidayat Jati di tulis ayat : 1 sampai 10 itu diteliti, seperti orang yang merasa kesusahan itu tidak enak. Kalau dibandingkan dengan tandanya Qiamat di Wirid ini ternyata Hidayat Jati itu menerangkan tentang mati atau rusak dunia manusia (jasmani).

Kata mengambil jelas seperti mencabut nyawa, dalam Wirid Hidyat Jati diterima bisaa saja, lalu mengalami bertentangan dengan Wedaran Wirid ini serta ucapan Nabi Muhammad dan Qur’an;

1. Wedaran Wirid berdasar sunnah, Hadist dan Qur’an, Dalil, Hadist, Ijemak dan Qiyas; jadi kata Qiamat itu bayi lahir dengan selamat.

2. Wedaran Hidayat Jati yang berdasarkan Dalil, Hadist, menyatakan; umpama hari Qiamat sama-sama kedatangan Malaikat Jibril untuk mencabut nyawa, tetapi dengan sedikit demi sedikit, artinya mengurangi kerjanya Panca Indra.

Di Qur’an, Hadist dan kitab lainnya tidak ada menyalahkan adanya dilahirkan lagi, berputar, menjelma dan tidak ada yang membenarkan. Reinkarnasi, dilahirkan lagi, penjelmaan itu ditolak dengan agama Islam, sebenarnya yang menolak bukan Qur’an, Hadist dan Injil, tetapi para sarjana (cendikiawan) yang mempunyai gologan menolak dilahirkan kembali kedunia yaitu Ikhtikat Ma’rifat dan Islam (sempurna), lalu di buat pedoman orang awam (bisaa) kalau sudah masuk agama apa saja menolak dilahirkan kembali, menjelma dan Reinkarnasi, akan tetapi perputaran itu tetap ada (tidak pernah berhenti).

Jadi orang yang belum bisa At’tauhid (menyatu dengan Allah) harus melalui Qiamat, pakai badan jasmani, sehingga bisa sembahyang (shalat) Ma’rifat (Semadhi) sehingga mencapai Islam sejati, baru disebut Innalillahi wa innaillaihi rajiun (menghadap/kembali kepada Allah).

TAMAT

Sumber buku Wedaran Wirid I, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64.
—————————
Alang Alang Kumitir

AJARAN HARI KIAMAT


Bab 12
AJARAN HARI KIAMAT (QIYAMAT)
MACAM-MACAM KEJADIAANNYA, MEMBUKTIKAN.

Sebelum menceritakan tentang kiamat, diterangkan rahasianya, dan waktu terjadinya kiamat, dijawab terlebih dahulu. Kiamat itu tiap-tiap hari, tiap-tiap jam, tiap menit, tiap detik, bisa saja bersamaan, tetapi tidak rusak dan tidak hancur, semakin lahir dan selamat.
Menerangkan tentang Kiamat membutuhkan pikiran yang jernih dan bijaksana, harus dipikir dahulu, cocok atau tidaknya dengan kenyataan, yang diatas sudah diterangkan bahwa kitab-kitab suci Al-Qur’an Nul Qarim, Bybel, Injil dan lain-lain, semua bukan untuk orang mati (yang sduah dikubur) tetapi untuk orang hidup, lalu jalan membuktikan kata-kata akhirat, Kiamat, mati, Luhilmahfudz, padang Maqhsar, itu harus jumpa (terdapat) dibawah ini.

Umumnya kata Kiamat itu hancur dunia seisinya, karena hancur lebur satu hari bersamaan, Kiamat asal dari kata Qiyaman, menjadi Qiyamah; bangun seketika, contoh Yaumil Qiyamah menjadi Yaumil Qiyamat. Yaumil Qiyamat; berdiri sendiri.

Cerita tentang hari Kiamat sebenarnya hari para Roh-roh yang dibangkitkan dari kubur, lalu diperintahkan ke Padang Maqhsar (lapangan yang sangat panas). Di Hadist Bukhari ayat : 42 Bab : 9; Nabi Muhammad tidak pernah mengatakan Kiamat itu rusak, kata bahasa Arab jelas sekali mengatakan tidak rusak, tetapi bangkit (berdiri sendiri).

Umpama sifat 20 diteliti, Kiamat itu sifatnya Allah (Qiyamuh Binafsihi); berdiri sendiri, jadi bukan rusak atau hancur, dan kitab-kitab Bybel, Al-Qur’an dan kitab suci lain-lainnya tidak pernah mengatakan dunia itu hancur, semua itu tetap baik-baik saja atau lestari. Apa sebab masyarakat umum mengatakan Kiamat itu hancurnya dunia?. Katanya diwaktu hidup mengerjakan shalat lima waktu mempunyai tanda dikeningnya langsung masuk Surga, berkumpul dengan leluhurnya. Dan jahat (Kafir, kufur) disiksa, benar di Qur’an menerangkan; Kiamat bersamaan dengan huru hara yang mengerikan, tetapi sampai sekarang walaupun berjuta-juta tahun tidak terbukti. Qur’an mengatakan Kiamat itu datangnya tiba-tiba (tersentak), dan yang melihat Allah sendiri. Apa para hamba-Nya bisa mengetahui (melihat), itu pertanyaan yang sehat berdasarkan pikiran yang jernih, mencari yang sangat sulit tentang Kiamat harus berlandaskan kita suci Al-Qur’an Nul Qarim, Bybel dan Hadist yang Shahih. Dibawah ada contoh bersangkutan tentang Kiamat;
1. Si A umurnya lebih dari 50 tahun bercerita dengan Si B; nanti dunia akan Kiamat, hancur dengan isi-isinya, datang seketika, tentang ini tidak ada yang mengetahui, hanya Allah sendiri.

2. Si B percaya dan yakin dengan kata-kata Si A tadi, umur si A mencapai 100 tahun mati, jadi tidak mengalami dunia hancur.

3. Si B masih hidup, tetap mengoreksi datangnya Kiamat tadi, tentang Si A. Si B lagi-lagi cerita tentang Kiamat kepada anak-anaknya si C, lalu menceritakan dengan anaknya lagi. Jadi itu semua cerita bohong (Tahayul). Cerita Kiamat sehingga turun temurun, hingga sekarang, dunia tetap segar bugar, jadi Kiamat hancur itu semua tidak terbukti.

Menjawab keterangan Kiamat rusak, diantara dua itu tidak ada, lalu sebaliknya, Kiamat itu berdiri, kalau rusak akan tetap hancur, ada pertanyaan; apa dunia itu tidak rusak?, jawabnya; kekuasaan Allah itu bukan untuk merusak dunia, kalau hanya merusak dunia itu mudah, lebih mudah dari memijit buah ranti, karena Allah itu yang Maha Kuasa, yang diciptakan itu semua milik-Nya.

Dibawah ini ada ayat-ayat suci yang berhubungan dengan Kiamat;

Qur’an surat Az-Zukhruf : 66 ;

”Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya.”

Qur’an surat Al-Baqarah : 28 ;

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”

Qur’an surat Luqman : 28 ;

“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

Qur’an surat Yaasiin : 33 ;

“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.”

Ayat no.4 tersebut diatas tidak terdapat kata-kata rusak, apalagi rusaknya dunia; sebenarnya isi Al-Qur’an penuh dengan teka teki yang sangat unik, yang harus dibuka jikalau mengambil arti yang sebenarnya.

Dalam Qur’an surat Al-Israa : 89 ;

“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)”

Arti ayat-ayat yang diatas, ayat No.1 diterangkan; datangnya Kiamat tiba-tiba (tersentak), dan manusia tidak sadar (tidak merasakan), umpama Kiamat itu rusak pasti manusia bisa merasakan karena semua menyaksikan. Mengetahui itu berarti manusia merasakan (ingat). Dan ayat No.2 menerangkan; bahwa manusia dibangunkan (di Kiamatkan) dengan Allah atau dihidupkan. Sesudah menjalani hidup didunia, lalau di matikan kembali, seperti dilahirkan (menjelam). Ayat No.3 membuktikan yang sangat jelas; Allah membangkitkan dari kubur (menghidupkan lagi) ke dunia memakai jasmani, dilahirkan menjadi bayi dari rahim manusia. ayat No.4 menerangkan tentang Kiamat; Allah memberi peringatan, Kiamat itu seperti benih (biji-bijian) yang tumbuh sendiri ditanah; artinya benih itu tumbuh menjadi buah, buah ditanam menjadi benih, itu terus menerus, anak beranak. Sulitnya tentang tumbuh, yang pasti melalui proses, keluar dari dalam buah (Qiyamuh Binafsihi), jelasnya Kiamat.

Sebelum keterangan-keterangan yang menerangkan Kiamat itu seperti apa?. Lihat dulu ayat-ayat suci Al-Qur’an surat Al-Hajj : 7;

“dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur”

Qur’an surat Al-Ahzab : 63 ;

“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah.” Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya”

Qur’an surat Al-Kahfi : 48 ;

“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian”

Qur’an surat Yunus : 44 ;

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim (menganiaya) kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim (menyiksa) kepada diri mereka sendiri”

Qur’an surat An-Naazi’aat : 25 ;

“Maka Allah mengazab (menyiksa)nya dengan azab (siksa) di akhirat dan azab (siksa) di dunia.

Qur’an surat Ali-Imran : 108 ;

“Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya (menyiksa) hamba-hamba-Nya”

Qur’an surat An-Nissaa : 132 – 133 ;

132. “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara”

133. “Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian”

Rahasia ayat-ayat suci diatas diterangkan dibawah; Kiamat itu sebenarnya terjadi setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik, sewaktu-waktu bersamaan. Keterangannya; lahir bayi kedunia bersamaan harinya walaupun tempatnya dimana-mana, di Indonesia ataupun di luar negeri dan lain-lain. Menurut orang, Qur’an surat Yunus : 44, tersebut diatas; hancurnya bumi (dunia) ternyata omong kosong, umpama dunia hancur, Allah menyia-nyiakan ciptaannya. Allah tidak pernah menyia-nyiakan umatnya, tetapi manusia saling siksa menyiksa, Bom mengebom (hancur menghancurkan). Dan Qur’an surat An-Naazi’aat : 25, diatas tujuannya; lahir gantinya mati, hilang itu tidak melihat barangnya, tetapi barangnya tetap ada, kalau lahir terus menerus didunia pasti padat isi manusia dan hewan, kalau banyak yang mati lama-lama dunia kosong, sebenarnya dunia sudah diukur, tetap tidak bertambah dan berkurang, umpama air menurut ukuran para ahli 280 miliar ton x 1 kubik (1000 liter), ukuran tadi setiap hari berkurang dilaut, menjadi uap terbang keatas menjadi air, air jatuh kebawah, begitu selamanya, hanya pindah tempat.

Didunia sedari zaman dahulu sampai sekarang tempat kematian, bala, pembunuhan, perang, tetap dimana-mana. Bayi tetap lahir (Kiamat), jadi jumlah manusia semakin padat, tetapi lain waktu banyak yang mati akibat perang atau Tsunami (gelombang air laut naik kedarat). Qur’an surat Ali-Imran : 108 diatas mengatakan; Allah itu tidak akan menyia-nyiakan umatnya, tetapi menjaganya. Qur’an surat An-Nisaa : 132 – 133 diatas menyatakan; sudah cukup Allah menjaganya, jika Allah menghendaki kamu semua dimusnahkan, diganti dengan umat yang lain.

Kalau ada orang mengatakan besok dunia hancur, itu sebenarnya tidak dikehendaki Allah, umpama dikehendaki sekejab mata pasti musnah, itu namanya sia-sia, oleh karena Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang (Rahman Rahim).

Membahas tentang Kiamat itu rusak.

Karena Dat itu meliputi seluruh yang ada (Q.s Hamim As-Sajdah : 54), lalu Hakikat Aku dan Kamu satu (At’tauhid), sama-sama memiliki Dat (Dat, Sifat, Asma, Afhngal), itu satu. Karena meliputi semua ciptaannya, kalau Kiamat itu hancur lalu kemana perginya Dat (Allah) yang mempunyai sifat 20. yang menjaga alam lalu sembunyi dimana?, sangat membingungkan. Sebenarnya Hakikatnya Dat melestarikan ciptaannya. Kalau Kiamat itu rusak tidak akan terjadi, karena Allah tetap adanya, Dat itu melestarikan umatnya dan alam raya ini. Itu Allah mengatakan di Al-Qur’an surat Al-Jaatsiyah : 3 ;

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman”.

Jadi Allah menciptakan langit dan bumi dan alam raya tetap tidak diganggu, tetap dijaga, dilestarikan, tidak akan dirusak, karena itu menjadi saksi bahwa Allah itu ada.

Seketika ada orang bertanya agak maju sedikit, apa pekerjaan Allah sesudah menciptakan alam raya dan seisinya?. Pertanyaan itu membuktikan bahwa Kiamat hancur itu tidak ada, Allah Maha Mengetahui (wikan-jawa).

Jadi jelas di Qur’an surat Yaasiin : 82 ;

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah (Qun Fayaqun)”

Pelajaran (buku) Ronggo Warsito mengatakan; Qun artinya perkataan Allah, berkata sekali untuk selamanya (abadi), pelajaran Kitab sifat 20 yaitu nama yang benar. Fayaqun artinya terjadi Jagad raya seisinya untuk selamanya.

Qur’an surat Yaasiin : 82 diatas artinya menguasai segalanya yang ada, semua tidak ada yang terlewatkan dengan kata Allah (Qun Fayaqun). Umpama matinya manusia karena kehendak Allah, jadi pasti sama dengan bayi lahir dari kandungan ibu. Jadi yang menjadi imbalan mati karena Kodrat. Karena yang dibicarakan tentang hidup, jadi kalau ada bayi lahir selamat, itu tanda bahwa bayi lahir tadi mendapat Sabda Allah, karena Qun Fayaqun; terjadi, terjadi hiduplah kamu, seketika bayi itu lahir dan hidup, lalu timbul pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran Ronggo Warsito (buku Hidayat Jati); apa sebabnya Allah itu mengatakan Qun Fayaqun terus menerus?, menurut Ronggo Warsito yaitu :

Perkataan Qun = Dat Suci;

Dat Suci = Nama suci (tidak pernah berubah);

Fayaqun = Terjadi alam raya seisinya seketika selamanya.

Nama suci artinya Allah itu ada, adanya Allah memiliki sifat 20. sifat 20 diciptakan beserta sifat-sifatnya, jadi yang mendapat kata-kata itu orang yang mempunyai sifat 20 tadi, artinya kata-kata Allah kekuasaan Allah sendiri, jadi kekuasaan itu dimiliki sendiri, jadi Dat suci itu memiliki sifat 20 + 1 kekuasaan (wenang-jawa) menciptakan.

Karena kuasa menciptakan, maka apa saja yang tidak disertai kekuasaan (wenang-jawa) tidak terjadi (ujud), sebab tidak memiliki kekuatan Dat (pakarti-jawa) sifat 20.

Jadi Kiasan Ronggo Warsito tentang Qun Fayaqun itu adanya ciptaan yang nyata (ujud) Jagad raya tetap tidak akan rusak dan hancur, dan tujuan ayat suci Al-Qur’an surat Yaasiin : 82 diatas, hanya bagi yang dikehendaki langsung ada.

Lahir dengan selamat sebenarnya menerima kata-kata Allah, jadilah kamu seketika jadi. Dan yang lahir baru dan badan baru itu tidak ingat, sewaktu manusia melewati jalan tidak ingat itu, sebenarnya melewati alam yang tidak bisa dijangkau (tankeno kinoyo ngopo-jawa), karena tidak merasakan apa-apa (Ma’rifat) tidak laki, tidak perempuan, tidak zaman, tidak tempat, tidak jauh atau dekat. Itu artinya rahasia sastra jendra dan disebut makhluk yang bisa mengetahui, karena penjelmaan jiwa itu ada 2 unsur :

1. Kalau bisa mengamalkan perjalanan, Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun (keterima amalannya dengan Allah/mulih mula niro-jawa).

2. Kalau tidak sama sekali mengamalkan, sama berulang kali dilahirkan kedunia memakai badan jasmani.

Siapa saja yang tidak mengerjakan sewaktu didunia, pasti di Kiamatkan lagi, dan tujuan-tujuan itu yang dimaksud Islam. Jiwa yang suci bisa mengalami seperti diwaktu lahir.

Keterangan ayat Qur’an Ali-Imran : 102 ;

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam (At’tauhid).”

Pemeberitahuan; jika mati dalam keadaan Islam, artinya mati tidak merasakan apa-apa, orang yang begitulah yang bisa melewati alam kuburnya tidak merasakan apa-apa sama seperti tidur tidak mengalami mimpi. Walaupun ada rasanya tenang dan tentram tidak merasakan yang tidak enak.

Ukuran setiap hari kalau tidak berbuat salah, walaupun terdakwa (didakwa) pikiran pasti tidak was-was, tidak gentar, tenang dan tidak berdebar-debar. Roh yang yang bisa menyatu: Innalillahi itu kalau sudah datangnya hari Kiamat (lahir lagi) tidak ikut dikiamatkan lagi seperti ayat Qur’an surat Az-Zumar : 68 ;

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri (bangkit) menunggu (putusannya masing-masing)”

Ayat diatas maksudnya Roh-roh (jiwa) yang sudah menjadi ijin Allah menghadap kepada-Nya dan menyatu dengan Dat (Allah) atau Islam, mereka tidak ikut pingsan atau ikut bangkit dari Kiamat, yaitu jalannya menuju asalnya ((Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun). Jadi jelas perkataan Allah tujuannya Ketuhanan (ke Allah-an / Kasunyatan-jawa). Sudah tercatat pada Qur’an surat Al-Kahfi : 48 , seperti tersebut diatas, catatan lewat seperti keadaan Roh yang mengahadap Allah?, jawabnya; Qur’an surat Al-An’aam : 94 ;

“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan (berhala) di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah)”

Begitulah perjalanan Islam yang sebenarnya, artinya ayat-ayat itu kalau diteliti yang benar, pulang Roh kepada Allah sama dengan kosong (suwung-jawa / keadaan Tankeno Kinoyo Ngopo –jawa).

Tujuan semua pengalaman Hakikat, menerima wahyu, melihat gaib, melihat saudara sendiri (bayangan putih) sudah dianggap Allah, karena disembah bisa memberi pertolongan, itu bisa menjadi berhala bagi Allah. jadi Roh yang dikehendaki Allah tidak di Kiamatkan (dibangkitkan) lagi, itu adalah Roh yang bersih tidak ada sangkutan apa-apa (tidak ada keinginan/kosong).

Aslama, Islamu, Muslimuna, itu sudah jelas yang sebenarnya, penyembah yang benar itu sebenarnya kosong bagi keinginan (tidak ada keinginan apa-apa), tidak ada pikiran apa-apa.

Jadi keterangan tentang Kiamat itu menurut ucapan Nabi Muhammad SAW dan dalil Al-Qur’an Nul Qarim yang terdapat pada Hadist Bukhari : 12 diatas; sama-sama meneruskan perjalanan Roh yang belum tercapai tujuannya. Dan perjalanan bermacam perjalanan itu hanya sekedar meneruskan cita-cita (keinginan) terdahulu (tabet-jawa). Umpama begitu manusia itu selalu dilahirkan kedunia, contoh; anak si A ada tujuh jumlahnya, itu perjalanannya berbeda-beda ada yang menjadi pegawai, tentara, durjana, saudagar, wts dan lain-lain, itu semua karena tempatnya (jasmaninya), itu artinya; si A itu seorang gagah perkasa, kaya dam cerdas, singkatnya hidupnya mewah, lalu meninggal, tanggung jawab Roh memilih tidak mati karena sayang meninggalkan harta bendanya didunia, lalu dialam kubur si A memandang (menerima siksa kubur), karena masih merasa masih meninggalkan hartanya. Setelah waktunya Roh di Kiamatkan (dibangkitkan) kedunia lagi, tidak bisa lagi seperti dahulu kala, karena jasmaninya lain, ujud bayi lahir namanya si C dan lain-lain yang menjadi tempatnya keinginan dahulu (tabet-jawa).

Pengalaman orang yang matinya tidak enak (mulangsarak-jawa) sebagai orang jahat itu;

Qur’an surat Al-Mu’minun : 99-100 ;

99. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)”

100. “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”

Menurut dalil Al-Qur’an, Kiamat itu sama tumbuhnya benih, dan menurut perkataan Nabi Muhammad SAW; orang perempuan melahirkan majikannya (pangkat, luhur, budi), atau ada anak gembala (orang rendah) bisa menaiki Tahta kerajaan, artinya si perempuan menumbuhkan benih yang luhur (wanita yang melahirkan anak yang mempunyai jiwa yang mulia), gaibnya ayat suci dan Hadist terdapat pada perempuan (wanita). Jadi adanya wanita, menyebabkan bergilirnya cerita (perjalanan). Benih yang luhur (mulia) tidak memiliki bangsa, pangkat, rendahan, baik dan buruk hanya terdapat pada wanita. Siapa saja yang menjadi wanita, bisa menjadi manusia. jadi ada kiasan lahir berkali-kali itu maksudnya; lahir meneruskan bekas-bekas dahulu (tabet-jawa) bisa menempati tempat yang baru.

Sumber buku Wedaran Wirid I, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64.
—————————
Alang Alang Kumitir

QIYAMAT PUNIKA WONTEN PUNAPA MBOTEN


BAB 11
QIYAMAT PUNIKA WONTEN PUNAPA MBOTEN

Kados pundi kedadosan lan buktinipun :

WEDARAN wiridan punika saestunipun bade nama gotang, yen mboten ngrembag bab pejah. Sasampunipun pejah, ROCHipun dateng pundit purugipun lan salajengipun bade kadospundi penandangipun? Saha kadospundi RAOSipun pejah punika?.

Rehning gelaranipun bab punika sejatosipun gegayutan kaliyan bab Qiyamat, mila ungeling ayat suci ing ngandap punika prelu pinanggalih :

Qur’an XXXIX, ayat 42 surat Az-Zumar ; (‘)

Allahi yatawaffa alanfusahina mautiha wa allati lam tumut fimanamiha fayumsiku allati qadla alaiha almauta wa yursilu aluchra ila ajalin mussaman inna fidzalika laayatin liquamin yatafakaruna.

Basa Jawanipun kirang langkung makaten : Allah mundut nyawane awak nalikane awak iku MATI, lan mundut nyawane awak kang wis pinasti mati, lan mangsulake nyawane awak kang turu iku, ing wektu kang wis tinamtokake. Sanyata iki dadi tanda yektining Pangeran tumrap wong-wong kang gelem mikir.

Qur’an III, 143 surat Ali-Imran ‘ (“)

Sabenere sira wus nduweni pangarep-arep mati, sadurunge nemoni (,etuki). Sejatine (sabener-benere) sira wus meruhi, sedeng sira kabeh pada migatekake.

Hadist Buchori 42) : dawuhipun Kanjeng Nabi Muhammad saw, bab Qiyamat.

Tanda-tandane kiyamat iya iku yen mengkono ana Buruh Wadon nglairaken Bendarane, lan yen mengko ana bocah Angon Unta wus bisa nglungguhi kapraboning kedaton kang peni-peni.

Gesangipun wiji-wiji punika mestinipun jalaran katanem ing siti saha pikantuk jat-jat kabetahanipun, nanging yen mboten kaserenan sifat gesang tamtu mboten bade saged. Dados hakekating gesang punika mboten namung tumempel ing wuwujudipun ingkang krembyah-krembyah kemawon, senajan ing barang (ingkang mboten mobah mosik) ugi wonten. Dene sifat gesang ingkang nglimpudi  wau (sagedipun tumangkar lan ebah-ebah) nama : sifat qiyamu binafsihi. Dados pratandaning gesang miturut  ukuran lair punika, umum mastani, “sing bisa obah-obah iku urip”, punika sejatosipun namung saking kirang pratitispun kemawon.

Punapa wonten titah ingkang gesang ing laladan benter sanget utawi asrep sanget? Wonten kados pratelan ing ngandap punika, ugi kacuplikan saking Minggon Djaja-Baja.

Titak-titah baksil nama : Titanus Cofoxtof punika menawi kenging latu ingkang benteripun namung 600 drajat Celcius kemawon meksa taksih gesang. Awit saking kodrating Pangeran baksil kalih warni wau manawi ketaman latu, malih warni kadosdene  nggadahi tameng (sisik totok) atos sanget, ingkang saged nahan bentering latu ingkang ngedab-edabi. Dene menawi benteripun sampun ical, baksil-baksil wau gesang limrah malih, kados waunipun.

Ing angkasa ingkang laladanipun inggilipun watawis 8 a 9 km saking bumi, kawastanan stratosfeer, lan hawanipun asrepipun kirang langkung 78 drajat Celcius sangandapipun nul, mituturut keteranganipun penerbang Angkatan Udara Inggris ingkang ing taun kirang langkung 1938-nan ngambah laladan ngriku sarana numpak motor maburipun, wonten titahing Pangeran ingkang gesang apanta-panta. Upami titiyang lawaran kemawon kenging prabawaning “adem” samanten ukaranipun wau, sanalika badan saged ugi dados selo. Titah-titah ingkang gesang apanta-panta wau bangsaning semut ingkang gadah suwiwi, tanpa pencokan, tanpa benter, tanpa neda punapa-napa …… jer sifating gesang katanda saking anggenipun krembyah-krembyah. Gusti Allah Maha Wikan saha Maha Wisesa.

Dados sifat gesang lan langgengipun punika pranyata anglimpudi sedaya kawontenan (tan pisah saking sipat). Minangka ulah tataraning akal (tarekatipun akal), sedaya punika kedah dipun Parsudi kanti lelandesan pangretos ingkang saged nggayuh.

***

SAPUNIKA kados pundi hakekating gesang wonten ing laladan kubur alam ghaib lan alam ingkang mboten kenging kaukur mawi paningal (pancadriya).

Sedaya alam punika gadah sipat lan kawontenan piyambak-piyambak saha gumantung dateng sinten @ ingkang manggen ing ngriku. Tegesipun makaten :
1.  Alam kasad mripat, ingkang sami manggen ugi kasad mripat.
2.  Alam ghaib dipun enggeni dening bangsa ghaib.
3.  Alam ingkang mboten kasad mripat, dipun anggeni dening ingkang ugi mboten kasad mripat.

Tumrap jisim-jisim ingkang sami manggen wau ukuranipun (inggilipun, jembaripun lsp), sedaya punika saged kataliti mawi pirantos (srana) ingkang medal saking manungsa piyambak (pirantos ghaib). Sarehning Dating Pangeran punika nglimpudi samudayanipun, pramila alam-alam wau ugi kalimpudan dening sipating Pangeran, nanging inggih gumantung dateng sipat, gesangipun ingkang ngawaki :

  1. Alam donya : sipat 20 dipun borong dening manungsa.

  2. Alam donya ing laladan seganten : titah-titahipun Gusti namung mborong salah satunggal saking sipat 20 wau.

  3. Alam ghaib : titah-titahipun ugi kaserenan salah satunggaling sipating Gusti, ingkang sebagiyan ageng Sipat Gesangipun.

Saderengipun miwiti wedaran bab pejah lsp, suwawi rumiyin menggalih tulada-tulada tanda yekti WISESANIPUN Pangeran. Ing Qur’an surat Asyura ayat 54 kasebut makaten :

Kawruhana deweke pada ragu-ragu anggone arep sapatemon karo Ingsun (Allah), kawruhana yen Allah iku nglimpudi apa wae, (mriksanana bab sipat 20 ing ngajeng).

Ing Hudyana  Djaja Baja nate kapacak minangka tulada, kadadosan-kadadosan makaten :

Ing Universitas Ohio (AS) bagian Fisaca, wonten satunggaling sarjana ingkang pinuju nitipriksa kawontenaning pasisir seganten. Pasisir wau kacariyos katah benteng-karangipun ingkang miturut panitipriksa adadasar “spectraal analyse” umuripun sampun kirang langkung 1,5 juta taunan. Panaliti wau mboten ngemungaken ndumuki utawi ngukur kemawon, ugi mawi nduduki lan mecah-mecah kawontenanipun karang-karang wau.

CONTO malih ingkang gampil, inggih punika winih pantun. Miturut panalitinipun ahli Kabun Raya ing Washington, (AS) winih pantun punika mboten bade saged pejah, senajan kasimpen ing salebeting tembok ngantos 300 taun dangunipun, angger mboten gegrek kulitipun.

Ing Qur’an XXXIX, 42 surat Az-Zumar wonten tetembunganipun : Mangsulake nyawane awak kang turu iku ing waktu kang wus tinamtokake. Wedaran ing ayat punika gegayutan kaliyan bab pejah.

Turu punika pakaryaning badan jalaran saking arip lan kesel, lan ubarampening pancadriya lajeng dados lerem. Wondene Tanda utawi sasmitanipun punika kinodrat dening raos NGANTUK lan mboten ngemungaken manungsa kemawon, dalah kewan-kewan ugi makaten sipatipun. Dene “mangsulake” utawi angulihake punika, terangipun sanes pakaryaning badan piyambak, nanging kodrating Pangeran, kasamaranipun : makarti pribadi (otomatis). Tanda ingkang damel gawok, kroas arip mboten mawi ngenyang lan semadosan, (mriksanana sipat 20 : qiyqmuhu binafsihi). Samanten ugi TANGI-nipun, ing jagad pundi kemawon mboten prelu dadak semadosan rumiyin.

Bilih kagalih saestu, tangi-turu punika sandangan urip. Sabab :  turu tinurokake, tangine ditangekake, manungsa mboten saged ngereh punapa-punapa saking kodrating badan jalaran Pangeran. Sinten ingkang ilemaken (ndamel tilemipun) bayi, lan sinten ingkang ngliliraken bayi ?. Ibunipun punapa rencang ?  Wangsulanipun : ora weruh.

Ing ayat suci nginggil wonten tembungipun kang wus namtokake punika, makartinipun mboten sarana kajarag. Terangipun : sipat jumeneng kalawan pribadi punika ugi amisesa badan sakojur, tilemipun, tanginipun, krembyah-krembayahipun lsp.

Sarehning tilem punika pakaryan gumatok, dangu lan mbotenipun ugi, gumantung dateng ingkang ngawaki tilem. Miturut paniti priksa, sedaya pirantos wadag, badan alusing wadag (indriya-indriya) punika sami lerem saking sakedik, semanten ugi talirasanipun. Jalaran saking “angleripun”, sedaya suwara-suwara tetabuhan, kedadosan-kedadosan lsp, tetep mboten ngrubeda dateng ingkang turu.

Rehning mripat, kuping, irung, ilat, kulit, sedaya sami lerem (kendel), mila kahanan turu punika mbebayani. Bebayanipun dununung ing anggenipun mboten ngretos lan mboten saged nanggulangi punapa-punapa, bilih kataman reribet. Nanging sarehning tilem punika jejer gesang, mila mboten prelu kuwatos punapa-punapa, jer sedaya wau wonten ing astaning Pangeran piyambak.

a. Pejah Punika Punapa Sami Kaliyan Tilem ?

SENAJAN tilem kepati nanging taksih wonten sawenehing pengraos (rasa) ingkang tansah makarti, inggih punika RASA ELING utawi RASA JATI, ingkang keserenan sipatipun Pangeran angka 9 lan 12 : ilmu lan bashar (Jawi = kawruh lan uninga).

Mila senajan tiyangipun TURU, pun rasajati tetep makarti saha weruh punapa-punapa ingkang sok kasebat ngimpi. Nanging rasa jati punika mboten bade saged makarti piyambak tanpa sipat “jumeneng kelawan piyambak” (qiyamuhu binafsihi). Dados sedaya titah gesang punika mesti asipat jumeneng kelawan pribadi, jer inggih punika tanda yekti, bilih : gesang.

Pejah, rochipun kineker terus, mboten wangsul, dene tilem, rochipun kineker sawatawis lajeng wangsul malih; pramila kenging kasebat : TURU iku turutane PATI. Yen kalaras : TILEM lan PRJAH punika wonten ing kahanan sami, (mriksanana, Qur’an Az-Zumar 42). Ing ayat ngandap piyambak kasebat : tumrap wong kang gelem mikir. Wosipun : ngajangi omber dateng manungsa. Wredining ayat Qur’an XXXIX, 42 punika mboten kangge tiyang ingkang lumuhan pambudi, nanging kangge titiyang ingkang purun nandukaken akalipun (fikir), tegesipun : unbgel-ungelan MATI lan TURU punika namung benten kahananipun (alamipun).

Sejatosipun Kitab-kitab Suci punika kangge tiyang gesang ing Donya, sanes kangge tiyang pejah. Pramila sedaya maksuipun ungelan-ungelan mesti saged kabuktekaken nalika gesang ing Donya, kadosta : tembung-tembung ACHERAT, KUBUR, SUWARGA, NARAKA, LUHMAHZFUDS, GHAIB lan sapanunggalipun malih. Punika sagedipun kalampahan manawi gadah kawruh (berilmu).

Mrid suraosipun ayat 143 Ali-Imran lan Az-Zumar 42 punika terang lan gamblang sanget, bilih kahanan mati lan turu punika sajatosipun sami lan saben dinten dipun lampahi, dipun ecaki KAHANANIPUN. Pratelanipun makaten :

I. MATI : punika dipun alami dening wuwujudan-wuwujudan ingkang mawi ROH, suwaunipun mencok (manggen) lajeng nilar sakeplasan, sebab saking “punapa-punapa”. Sarehning roh punika gesang langgeng, pramila ingkang kasebat mati punika BARANGIPUN (ingkang suwau kadunungan si eroh wau). Tembungipun sanes ingkang mati, pejah = mati punika satunggiling KAHANAN (kedadosan) naliko roh nilar wadahipun. Dados sami kaliyan tembung  panengeran utawi pengaran-aran tumrap kadadosan nalika kaoncatan nyawa, umpaminipun tumrap tiyang, kewan, tetuwuhan, plasma, sel-sel lan sapanunggalipun.

Dados mati punika inggih sejatosipun kahanan MATI, nanging ingkang ndunungi (roh), tetep kawontenanipun, panggah gesang. Mila ing salajengipun bade ngalami lelampahan-lelampahan malih, lelampahaning roh sabibaripun oncat saking wadagipun.

Dene “lelampahan-lelampahan” wau anggenipun ngecaki (ngalami) inggih ing alamipun roh, inggih punika ingkang kasebat alam-alihan (kubur, kuburan, bardzahum). Eca lan mbotenipun, kawedar ing wingking.

II. TURU : punika pakaryan saben dinten, ingkang katindakaken ing alamipun roh, inggih punika ingkang kasebat alam-alihan (kubur). Sarehning tilem punika ora mati awit roh bade kawangsulaken malih ing wekdal kang tinamtokake ing Allah, pramila tetep taksih gesang, tegesipun : ingkang ewah namung KAHANANIPUN.

Ing kawontenan melek ngraosaken, mbididaya lsp., dene kahanan turu mboten saged (sami kaliyan mati), jalaran pirantos-pirantos wadag (pancadriya, astendriya, ingdriya) sebagian mboten makarti. Keterangan-keterangan angka I lan II, punika saged kalaras, pundi ingkang benten lan pundi ingkang sami kawontenanipun.

Menawi kasamekaken kaliyan semadhi makaten : semadhi punika nyengaja ngleremaken pakartining astendriya, dene tilem punika lereming astendriya lan pejah punika kendeling astendriya.

Bebayanipun semadhi, yen mboten saged tangi malih, semanten ugi bebayanipun tilem. Dados manawi makaten kahanan mati punika ORA TANGI, nanging rohipun lestari makarti.

Lereming astendriya salebeting tilem punika, pakaryan kajengipun piyambak, mila lajeng sok wonten kedadosan nglindur, katindihan lsp, punika jalaranipun : rasajati taksih sesambetan kaliyan astendriya. Inggih jalaran saking punika wau sedaya, mila MATI, TURU lan SEMEDHI punika, senajan pirantos-pirantos sami lerem, nanging wonten ingkang taksih makarti, inggih punika RASAJATI (rasa eling). Dados terangipun :  makartinipun rasajati punika mawi astendriya sampun mboten makarti, inggih punika ing kahanan-kahanan mati, turu lan semadhi.

MATI punika kelampahipun NGLIWATI RASA ELING, nanging TILEM nglangkungi RASA SUPE, (lali). Sebabipun : mati punika dadakan ngeget, dene yen tilem saking sakedik……… les. Ing “kahanan mati” pun rasajati nyentlek ngeget “nyambutgawe dewe”, mboten wonten ingkang ngalang-alangi, awit astendriya lsp, risak. Kosok wangsulipun kaliyan tilem, rasajati sok-sok taksik sesambetan kaliyan astendriya, menawi mboten kenging kasebat ngimpi. Dados mati punika ngimpi / terus-terusan.

Inggih makaten punika bentenipun mati lan turu. Kenging kalimbang-limbang sarana panggladi manah, jer punika sedaya wewerdinipun daliling Allah.

b. Pengalaman Ing Salebeting Supena.

SASAMPUNIPUN pengalaman-pengalaman bab impen kagelar, pengalamaning eroh-eroh saha wewadosipun ing laladan kubur saged kabatang.

Qur’an lan Kitab-kitab Suci punika sami kasediyakaken kangge tiyang gesang wonten ing donya, mila bukti lan nyatanipun ugi pinanggih wonten ing donya, ingkang saged dipun buktekaken nalika URIP.

5.1.1 : Tilem punika : lereming pancadriya astendriya nglangkungi alam mboten rumaos punapa-punapa. Wahananipun sering-sering terus mboten rumaos, nanging sering-sering ugi rumaos. Bakunipun : mesti ngliwati ORA RUMASA. Yen punika tindakipun ahli semadhi, sami kaliyan ngancik ing alam  hakekating makripat.

Yen tilem wau mboten rumaosipun terus (bleg-seg lir-suk) wahananipun lajeng mboten nyupena babarpisan, awit terus dumunung ing alaming embuh, ora rumasa apa-apa, ora weruh, lair sepisan ora enget, Tan Kena Kinaya Ngapa.

Inggih laladan mboten rumaos punika sayektosipun ngancik alaming panyuwijen – (manunggal). Sarehning tilem. Mila kraosipun inggih yen sampun nglilir / tangi, kados-kados kalampahipun RIKAT SANGET . 3 utawi 9 jam kraosipun kados namung 3 sekon, ORA RUMASA APA-APA.

Dene ingkang mawi supena, sasampunipun ngalami (nglangkungi) mboten rumaos, lajeng ngalami pepetan-pepetan utawi gegambaran-gegambaran, ingkang sebageyan ageng kalampahan saderengipun utawi sasampunipun. Upaminipun : kala wau siyang nembe ngraosi pandung, sareng tilem nyupena kepandungan lsp.

Dados terang sanget, bilih pakartinipun rasajati utawi rasa eling punika keren sanget. Kateranganipun makaten : rasajati punika saged NABETI rasa-pangrasa, makartinipun nyimpen sedaya pengalaman-pengalaman ingkang terang (lair katawis) lan mboten terang (batin angen-angen), kasebat : tabeting tri indriya (pengin, nafsu, krenteg), pirantos ingkang njalari raos bingah, salah, getun, miris, ajrih gila lsp.

Nalika melek tiyang punika kagerba dening rasaning wadag lumantar Pancadriya : pedes, asin, lara, kesel, linu panas lsp. Raos-raos wau manawi kaalang-alangan ing tilem, sami ical, margi Pancadriya (astendriya) lerem. Sapunika raos ingkang pundi ingkang taksih wonten ?.

Gesang bebrayan punika mboten uwal saking pangraos warni-warni (nafsu-farjie, nafsu ilat, pengin enak lsp). Dene ingkang wigatos pikiripun, inggih punika TRI INDRIYA WAU. Punika saestunipun sampun dados sandanganing gesang. Sedaya ingkang nabeti wau, bilih astendriya lerem (tilem) lajeng ngatawis (nyupena).

Pengraos ing dalem nyupena kados nyata estu, marem, bingah, gembira lsp, kados kraos kadidine melek, nanging yektosipun mboten keraos punapa-punapa, jalaran pancadriya / astendriya / talirasa sami lerem, mboten makarti. Semanten ugi kawontenanipun tiyang ingkang dipun suntik morphine (patirasa). Wondene dangu lan sekedapipun gumantung dateng danguning tilem. Utawi gumantung wonten kahananing dangu / ceraking lereming pirantos.

5.1.2 : Ing dalem pangimpen sering ketaman : sjrih, sisah, miris agetir-getir lan sapanunggalipun ; punika sedaya sanget nabeti pangraos senajan ta sampun nglilir (melek lenggah). Gambaran ingkang mahanani raos ajrih upaminipun makaten : Nyupena kagodag ing sima galak, rumaosipun mlajeng banter sanget , bade bengok-bengok neda tulung mboten wonten tiyang,  utawi wontena inggih namung nyawang kemawon utawi malah tumut mlajeng pisan. Tulada-tulada sanes ingkang mirib taksih katah.

Mestinipun meh sedaya sami nate supena kados makaten wau, lan raos-raos punika sedaya estunipun ingkang supena piyambak ingkang ngraosaken, tiyang sanes (senajan anak, bojo, embah, bapak lsp) mboten bade saget tumut ngraosaken, awit sampun benten kurunganipun.

Icalipun raos-raos makaten wau sedaya  wau yen ingkang nyupena sampun nglilir, namung kantun kemutan sakedik-sakedik, sebab mila pancen nabeti. Wungu jalaran supena awon / sae punika, sababipun wonten kalih warni :
1.  Wus wancine nglilir kang tinamtokake,
2.  Nalika supena rasajati saged sesambetan kaliyan astendriya, kados-kados nggugah supados tangi.

Yen kaleres ngalami supena wau, mangka rasajati, roh lsp, mboten saged sesambetan kaliyan pancadriya (wadag), kadospundi kedadosanipun. Wangsulanipun : tetep ngalami lelampahan pasupenan-pasupenan ingkang ngajrih-ajrihi wau, ingkang kasandang dening si rasajati piyambak-piyambak ajegan, awit mboten nglilir malih. Dados tiyang mboten bade saged ngicalaken raos giris punika wau.

Sapunika, kadospundi raos ing alam kubur ?. Ingkang rasajati tetela panggah, ajegan makarti kados ing pasepenan wau. Keteranganipun bab raosing pasupenan : sanajan ORA KRASA APA-APA NALIKA TURU, nanging tiyang mboten luwar saking pangraos-pangraos bingah, sisah, ayem, temtrem, nalangsa, adrih, ketir-ketir, maras, miris, gila, getun lsp, raosing indriya karana tabet.

Menawi kersa menggalih saestu dateng conto-conto ing ngajeng-ngajeng suwau, pranyata lajeng bade saged menggalih piyambak dateng “raos” ingkang dereng nate dipun alami, inggih punika ing kubur : saha saged mijang-mijang ugi dateng pejahipun tanggi, wonten sesambetanipun punapa mboten, kaliyan anak semahipun ingkang sami dipun tilar.

Punala ing alam kubur mbenjing saged kempal malih kaliyan semah ingkang ugi nututi pejah? Punapa ing alam kubur saged sarasehan bab ngelmu? Punapa saged nyuwun tulung dateng kanca? Punika sedaya bade kagelar ing ngandap, adadasar Dalil, Ijmak lan Qiyas. Menawi wonten ingkang kirang anocogi, punika saged pinanggih nalar, awit punika namung kawruh, nyata lan mbotenipun kedah kadumuk piyambak.

c. Pengalaman Bab Mati (Ing Alam Kubur).

SAREHNING Dat punika nglimpudi lan kanggenan sipat-sipat gesang lang langgeng, pramila ing pundi kemawon papan lan dunungipun, kawontenan, mesti kalimpudan, senajan ta wonten ing alam kubur pisan. Dados ukuran langgeng punika, ingkang tiyang donya nyebat, jalaran seged ugi namung lelandesan urip, tumrap ukuranipun Pangeran pranyata TETEP wontenipun, senajan ta mboten saged dipun icipi dening tiyang ingkang taksih gesang.

Rupi jene utawi abrit ingkang wonten ing sekar punika, bade ical samangsa sekaripun sampun bosok (alum, aking). Dateng pundi rupi-rupi wau? Sejatosipun sekar-sekar punika namung nampeni rupi minangka wadahipun rupi ingkang asli, ingkang sipatipun mboetn saged dipun ngretosi.

Ing langit katah mega, lintang-lintang lan kawontenan-kawontenan ingkang ing lumahing bumi mboten wonten. Ingkang nggumunaken punika kedadosanipun KLUWUNG ingkang rupinipun abrit, kapuranta, biru, petak lsp, rurupen ingkang nengsemaken. Sasampunipun ical lajeng dateng pundi purugipun warni-warni wau? (kita ugi saged ndamel kluwung). Lan saking pundi rerupen-rerupen wau asalipun ing sakawit?

Wangsulanipun saged damel kodeng. Miturut akal pikiran punika sadaya asal saking sunar soroting lintang-lintang lsp, utawi saged ugi either (gelombang ingkang ngebaki jagad). Pitakenan saking pundi asalipun rupi ingkang dipun darbeni lintang, yen ta asal saking lintang? Pepuntoning nalar : jibeg.

Sedaya punika namung tulada sawatawis lan tetela sanget bilih jagad punika namung sadermi nampi hakekating Dat. Ugi ing hakekating gesang manungsa namung sadermi nampi, kadosdene sekar sadremi nampi rupi abrit lsp, samanten ugi ing kubur, ing lagit, ing pundi kemawon gesang (sipat gesang) punika tetep wonten.

Sapunika mangsuli bab pengalaman pejah ing alam kuburipun piyambak-piyambak, makaten suraosing dalil : Qur’an 102 surat Al-Hadji;

“Deweke pada ora krungu unine sedeng deweke tetep ngrasakake apa-apa kang ditresnani dening nafsunu”

Qur’an 10-11 surat Al-Ma’arij ;

“Ing nalika iku ora ana takon-tinakon (tulung-tinulung, weh-wineh) marang sapa wae. Deweke pada pandeng-pinandeng ; kang rumasa dosa pada ngarep-arep, supaya ing dina iku bisa nebus awake sarta anak-anake”

sapinten melokipun ayat-ayat Suci punika. Ing ngajeng sampun katur kadospundi, lelampahan ing pasupenan punika saged katebus, manawi ingkang nyupena sampun wungu (tangi).

Sapunika kados pundi pengalaman ing pejah ? Babaran punika namung kirang langkung ngeplegi wedining ayat-ayat suci piyambak, dados dapur analisa (pemanggih), awit sami-sami dereng nate ngicipi pati.

Sareng gumletak arupi bangke, roh ingkang oncad tetep gesang, awit taksih kaserenan sipat gesang (angka 10 saking sipat 20), kanti taksih kakantilan rasa eling (rasajati). Sarehning sipat gesang saha sipat-sipat sanesipun taksih njumenengi, pramila lelampahanipun roch ugi manut ingkang njenengi.

Sipat pundi ingkang mboten tumut-tumut lelana ing alam kubur ?

Ingkang tumut lelana inggih punika :
Sipat angka 5 : Qiyamuhu bi nafsihi.
Sipat angka 10 : Hayyat.
Sipat angka 12 : Bashar.

Kakintil dening : Rasa jatinipun piyambak-piyambak. Dene sipat-sipat sanesipun, senajan kantil, nanging mboten makarti.

Tilem punika nglangkung LALI, nanging yen pejah nglangkungi ELING (byar kadya nonton gambar hidup), jalaran sipat uninganipun makarti, inggih punika ingkang temempel ing rasajatinipun.

Bentenipun kaliyan melek, rasajati punika mboten makarti-makarti lan mboten uwal saking lingkunganing astendriya. Sasampunipun pejah, uwal saking lingkunganing antendriya (pancadriya, warana, kijab), mila lajeng makarti tanpa aling-aling malih, longgar tanpa wangenan.

Lelampahanipun (kahananipun) ROH ingkang nilar raga punika sami kaliyan lelampahan ing alam tilem lan semedhi (yogha). Raganipun risak, dados pancadriyanipun (astendriyanipun sebagian) tumut rusak ugi, pramila pun roh lajeng mboten saged wangsul sesambetan malih kaliyan wadagipun.

Yen supena, senajan giris lsp, saged tambar amargi melek, dene yen pejah pengalamanipun, panandangipun roh tetep ajeg makarti ngraosaken pengalaman-pengalaman ing kubur lan mboten bade saged nglilir utik-utik raganipun, Cetanipun makaten :

Oncading roh, nunten ngraosaken tabeting tri indriya nalika makarti ing donya (rikala gesang). Yen nalika gesang ngangsa-angsa ngumbar hardaning nafsu lsp. (mrisanana bab mati Qur’an 102 Al-Haji), pengalamanipun roh ugi tetep bade ngraosaken tabeting nafsunipun. Wondene bab rumaos, upami wonten gamelan ngrangin, tetep mboten saged mireng (ora duwe kuping), dipun sembeleha, tetep mboten saged ngraosaken awit rasa panggepok mboten gadah, rumaos ketabrak motor, tetep namung ajrih saha ketir-ketir ingkang ajegan. Kadospundi penandanging roh salajengipun.

1. Upami nalika ing donya : tindak dursila, nyenyolong, memejahi bangsanipun, punika roh nunten bade nandang getun? Ing donya ketaman raos getun-getun sampun timbul, ing kubur raos getun-getun tetep makarti, mboten saged kabucal ngangge punapa kemawon. Wallahu alam namung kersaning Pangeran ingkang saged ngluwari penandang-penandang wau.

2. Saking hardaning pepinginan saha napsu nalika ing Donya, sareng pun roh ngoncadi, lajeng ugi bade sumerep ceta punapa ingkang dados pepinginanipun nalika gesang, jalaran nalika roh ngancik alam kuburipun, nunten tabet pakartining indriya ingkang sigih napsu lan pengin wau makarti.

Dangunipun OENANDANG MBOTEN SEKECA WAU namung Ingkang Kuwaos ingkang priksa. Keterangan ing nginggil wau inggih raosing siksa kubur, ingkang adakan kesebat neraka. Dados raos-raos wau, asal saking penandang jalaran saking pakartinipun peyambak. Kados pundi anggenipun bade ngendani panandang-panandang punika. Wangsulanipun : tetep mboten saged, awit WIS ORA DUWE AKAL / PIKIR.

Sedaya wau kadosdene penagihipun rasajati dateng ingkang nggaduh. Dene werdinipun ayat Al-Ma’arij 10-11 ing nginggil punika suka pepenget, yen nalika nandang siksa kubur punika sayektosipun mboten wonten ingkang bade nuweni, mboten bade wonten ingkang tetulung nebus.

Inggih ing alam kubur punika, saged nyawang nanging mboten saged njaluk, lan sering kataman rumaosing pengalaman nalika ing donya, nanging piyambakipun mboten saged punapa-punapa, sagedipun namung ngraosaken kepengin, ngangsa-ngangsa, getun lsp. ……………. ajegan.

Bade ngeling-ngeling ingkang sampun kapengker, malah saya mewahi raosing panandang. Rasa eling ingkang sampun mboten mawi aling-aling pancadriya (wadag) punika makartinipun tansah lumintu ejog-ingejog tanpa kendel, awit namung sak dermi mbeber tabeting indriyanipun ingkang kawengku.

Wondene penandang-penandang wau sagedipun malih utawi santun lelampahan menawi si rasajati (rasa-ingat) punika ugi santun pakartinipun. Ical rumaosing panalangsa, rasajati sakeclapan ngedalaken raos sisah, ical sisahipun, gantos raosing ajrih, makaten salajengipun, kados lampahipun JAM. Detik 1 nglancangi deti 2 sapiturutipun ngantos detik 12, wangsul malih dateng detik angka 1 ……! Nanging senajan salin rasa, ewasamanten taksih nami rasaning panandang ingkang tanpa kendat.

Tetela tumrap rohipun sinten kemawon, tetep bade nglangkungi alam kuburipun. Inggih penandang punika kadadosanipun nalika si roh klambrangan ing kubur. Awit menawi mboten klambrangan, punika namanipun sampun gadah pencokan, gondelan, panggenan utawi papan palerenan. DATENG PUNDI PUN ROH ing salajengipun.

Rehning andaran bab punika panjang la gegayutan kaliyan bab-bab ingkang ghaib (ora maunjud, nanging kenging kabuktekaken), kasunyatanipun sedaya sagedipun kadenangan bilih kakenyam sarana raos lan kabuktekaken sarana conto-conto lelampahan.

Ing Serat Wirid Hidayat Jati wonten tetembungan makaten :  aburing eroh punika baboning dumadi. Wonten leresipun, awit Hidayat Jati punika arupi babon wirid.

Tembung ABURING EROH teka malah BABONING DUMADI ?. Terangipun kados ngajeng-ngajeng ; sedaya ingkang ngemasi punika rohipun mesti mabur klambrangan ngayahi penandang. Ingkang kadunungan roh punika sanesipun tiyang ugi kewan-kewan, tanem tuwuh lsp. Rohipun tiyang pejah punika mesti nglangkungi alam peralihanipun (alam kubur), tegesipun : sesampunipun gesang ing donya, nunten gesang ing antawisipun “gesang ing laladan kubur” kaliyan “gesang malih badenipun” ing donya ingkang ugi abadan wadag (manjanma). Dados manjanma punika mesti kedah nglangkungi alam kubur (bardzah). Murih terangipun makaten :

Kula nembe wonten ing latar ngajeng. Inggih pelataran punika, “alam kula” sekawit. Manawi kula bade dateng wingking (bale mburi), kula mesti kedah nglangkungi griya tengah. Inggih griya tengah punika sejatosipun ingkang kasebat alam alihan kula. Sasampunipun makaten, kula nunten dateng latar wingking, ingkang kawontenanipun meh sami kaliyang ing ngajeng wau.

Dados ingkang kasebat ngambah alam alihan punika inggih nalika ngliwati KAMAR TENGAH PETENGAN, punika ingkang kapindakaken KUBUR. Conto ing nginggil punika lelampahaning wadag, gantos sapunika lelampahaning raos (kajiwan) saben dinten.

Saben tau Bapak tani mesti nanem pantun. Sareng panen, asilipun dipun teda salebeting 3 wulan telas. Ing wulan kaping sekawanipun nanem pantun malih sinambi nyambut damel sanesipun, ngantos dumugi panen malih. Isining lumbungipun kebak, nanging kateda saben dinten telas ngantos 6 wulan.

Salebeting 6 wulan wau Bapak tani kapeksa kedah ngalami sisah (ngrekaos), awit kedah merangi ama, banjir lsp. Sadangunipun 6 wulan punika tansah ketir-ketir manahipun (bab raos), panen lan mbotenipun`mujudaken tanda pitakenan. Inggih salebeting 6 wulan (pangrantosipun Bapat tani) wau ingkang kapindakaken “alam alihan”, ingkang saestu ndadosaken geter. Manawi kaleresan, tamtu bade nguduh pantun malih ing tau salajengipun. Dados ing salebeting gesang bebrayan, Bapak tani ngalami : a. 3 wulan seneng, margi panen, b. 6 wulan kedah nengga kanti manah tida-tida, c. Bingah margi panen malih.

ING Kalawarti Jaya Baya wonten cuplikan saking Bhagawatghita ingkang suraosipun makaten : “Sing sapa-sapa margawe dedasar Pamrih antuk Wohe, tegese adedasar pamrih pribadi, bakal Kabanda (kaiket) dening Karma, dadi ora oncad saka kadonyan, bakal tansah bola-bali manjanma urip ing Donya abadab wadag”.

Bilih makaten lelampahanipun, punapa titiyang limrah bade sami saged awadag malih? Jer tiyang makaten mesti kebak pamrih / pepinginan / nafsu lsp.

Tembung wau namung pangaran-araning  tiyang ingkang sampun saged mbuktekaken, mila ing ngriki perlu kajereng murih terangipun. Menawi  lamban, tembungan ABURING EROH teka malah dadi baboning dumadi lam PAMRIH kemawon teka saged njalari manjanma, punika mestinipun ngayawara.

Kateranganipun :

Pamrih : punika mboten ngemungaken tumuju marang barang kasatmata kemawon. Senajan ingkang rupi pengaji-aji, pangalem, wah lsp,. Ugi taksih kasebat pamrih, jalaran ingkang gadah pamrih nakaten wau, ing batosipun mesti mbudidaya “kepriye bisane aku di UWAH!” Inggih panguneg-uneg punika ingkang njalari wontenipun TABET, nabeti deteng indriya, sebab kagengen PANGANGSA-ANGSA. Mangka pamrih punika cacahipun maewu-ewu, wonten pamrih (melik) drajat, keramat lan semat.

Punapa leres punika sampun leres menawi namung sak tetembungan kemawon. Ayat Suci ing Qur’an 12 : “Seyektine Ingsun anguripake uwong-uwong kang mati lan nulisake apa-apa kang  dadi tabete. Sawiji-wiji iku Ingsun tulis ing sajroning kitab kang terang”.

Makaten, pangiyating wewerdenipu Hidayat Jati lan Bhagawatghita ing ngajeng ; dados terang sanget, bilih tembung aburing eroh dados baboning dumadi punika mesti wonten sabab-sababipun, ingkang asalipun ugi saking badan piyambak-piyambak, liripun menawi wonten pengalaman saking njawi punika namung minangka lantaran wontenipun tabet. Dados ayat wau sumerep, yen ingkang nyebabaken wong mati bali maneh, roh ingkang wonten ing alam kubur taksih kalepetan ing tabeting tri indriya, inggih punika tabeting kadonyan ingkang kendel kados ketrangan nginggil wau. Patokanipun makaten :

Rohipun tiyang punika ing alam kubur klambrangan kantipenandang, dumadosipun gesang ing Donya abadan wadag malih.

Ing ngajeng sampun kababar, bilih ing pundi-pundi papan lan padunungan manungsa tetep kalimpudan ing sipat GESANGIPUN ALLAH.

Kasaripun wewerden-wewerden makaten : Sinten kemawon bilih erohipun teksih binuntel ing pamrih (katabetan), senajan ta mati kaping 6 (enem), tetep bade ngalami urip malih abadan wadag ingkang kasebabaken dening pakartining indriya, mila kenging kasebut karmanipun piyambak-piyambak. Tegesipun : bakal nyaur marang daemane (pakartinea0 dewe, dereng pedot-pedot yen dereng katurutan sedyanipun (pamrihe, pepinginane, nafsune).

Kados pundi menggah lelampahan salajengipun dene lajeng saged gesang awadag malih ? Punapa punika mbeten cengkah kaliyan ke-islaman ?.

Sarehning ingkang karembag punika rohipun tiyang, pramila mencokipun inggih dateng tiyang. Sedya ing ngriki namung bade angudari wewerden “inna lillahi wa inna illahi rojiun” asal saking Pangeran wangsul dateng Pangeran, mboten wangsul dateng Donya. Ing ngajeng-ngajeng sampun kapaparaken, bilih tiyang punika sayektosipun saged marak ing ngarsaning Pangeran (islamu) lan pangudinipun mumpung taksih gesang abadan wadag punika sarana nyatakaken (makripatullah).

Saged ugi lajeng wonten pangudaraos makaten : “Sarehning mbesuk bakal urip maneh, yen magkono dak anduweni sedya (pamrih) kang luwih luhur katimbang saiki iki”.

Sedya punika sanes ngelmu, nanging nafsu. Miturut ungelipun Dalil Qur’an surat Assajdah (serat Hamim) ayat 31 makaten :

“Ingsun mimpin sira urip ana ing donya lan akherat ; ing kana sira bakal antuk apa-apa kang sira pingini lan apa-apa kang sira suwun”.

Punapa sedaya sedya punika mesti lajeng katurutan? Mila makaten, jalaran ingkang katah-katah namung kendeg ing sedya, kasengguh menawi punika bade katurutan kelawan piyambak.

Sedya ing donya punika katurutan, menawi kasaranani lampah. Roh punika mboetn teka lajeng otomatis saged nggerbani wadag malih. Ing ayat-ayat wau sampun ceta, kapratelakake bilih ingkang saged nuntun lan nguripi punika namung Pangeran, keteranganipun : Penandanging roh wonten ing alam kubur wau, sagedipun wangsul marak ing ngarsaning Pangeran ugi saking kersaning Pangeran, lan sagedipun wangsul awadag malih gesang ing donya ugi saking kersaning Pangeran.

Nalika wonten ing Donya, pepinginan-pepinginan punika estunipun katah icalipun, awit kaslimur dening kawontenan rupi-rupi, ewasamanten, punika tetep nami ngraosaken angles, getun, sisah lsp; margi kabanda ing kadonyan (melik) warni-warni, dene raosipun ugi warni-warni tur sanes raos nikmat lan seneng. Pinten dasa taun anggenipun bade nandang, senajan ta idam-idamanipun luhur, punika ingkang Priksa namung Pangeran.

Keterangan sakedik bab getun, sisah, angles, raos mboten sekeca. Punika penandanging roh (jiwa) ingkang kanti-kantilan rasajati saha ingkang katebetan nafsu-nafsu wau. Sarehning punika TABET ; pramila lelampahan-lelampahan “punapa” kemawon ingkang sampun katindakaken nalika ing Donya, ing alam kubur bade tansah ngengataken. Raos GETUN punika bade ngicalaken penandang wau, nanging tetela mboten saged. Cekakipun ngoncati raos sisah, maras, miris, ajrih lsp., tetep mboten bade saged, lelampahan-lelampahan ingkang nalika ing Donya mboten patos dipun paelu, ing kubur prasasat sami ngetawis lan crita.  Pramila dalil surat Yasin ayat 65 nyebataken : lan anggotane badane pada matur dewe-dewe. Ayat punika ugi wonten pangiyatipun, pirsanana serat Yasin 12, ingkang wosipun : rasajati ingkang kalepetan ing tabeting nafsu-nafsu wau sami criyos piyambak-piyambak, liripun ngatawis lan karaosaken (kacocogna kaliyan pengalaman-pengalaman ing turu).

Dene roh ingkang KEKERSAKAKEN dening Pangeran kedah wangsul gesang awadag malih wonten ing alam donya punika ugi taksih TETEP ambekta TABETING pakaryan-pakaryan, kelakuwan, pamrih, melik, nafsu lsp., sedaya ingkang nalika ing Donya rumiyin dereng keturutan (kadumugen ing sedya). Dados “punapa” ingkang kabekta dening nafsunipun, tetep nglepeti.

Ing serat yasin ayat 12 nginggil wonten tembung : “lan anulisake apa-apa kang dadi tabete” Keteranganipun makaten :

Gesang dateng donya malih kanti mbekta tabeting pamrih. Ingkang makaten wau pramila lajeng wonten kadadosan bayi lair, sareng diwasa dados bajingan,pandita, presiden, dokter, pahlawan, pengacau, dagang, tukang lan sanes-sanesipun awit sedaya tabeting pamrih / nafsu / pepinginan, sampun katulis ing jiwanipun, maksudipun nabeti. Tulada sawatawis :

6.1.1 : Suta, putranipun Wedana, watakipun prasaja, anteng, jatmika, meneng, sigit pisan. Nanging punapa dene gadah mengsah? Sababing  memengsahan wau awit sami-sami mburu sengit lan geting, mboten purun ngalah.

6.1.2 : Beja lare pidak-pedarakan, rupinipun awon, tur ciri pisan. Nanging punapa sababipun dene kelakuwanipun sae, sumanak, lsp. ; saha kanca-kancanipun sami trisna, purun kurban kangge kabetahanipun Beja.

6.1.3 : Ing Blitar wonten tiyang motel lotre no. 1, kamangka piyambakipun punika sayektos namung cobi-cobi tumbas lot kemawon, wusana lajeng sugih dadakan. Engeta “punika” namung sak jajal-jajal, kok temenan.

6.1.4 : Lare anakipun kaum berah, kalairaken ing alam paceklik. Gesangipun tansah ngenger-ngenger tiyang, ingkang manut pangancasipun sageda ngragadi sekolahipun. Dados menawi mboten kasekolahaken dening Bendaranipun, aluwung mboten. Sapunika ndadak dados ahli Kehutanan (remen mikir bab ke-Allahan).

6.1.5 : Bung Karno, punika putra Mantri Guru Sekolah Rakyat ingkang sakedik pamedalipun. Nalika timuripun Bung Karno sekolahipun pinter ngantos saged pikantuk titel Insinyur. Punapa dene mboten makarya ing babagan bangunan, nanging malah dados satunggaling ahli politik? Tulada-tulada kados makaten pinanggih ing Indonesia kemawon, nanging ing pundi-pundi. Ingkang wigatos bab punika : ora pilih-pilih wong ! sayektosipun : Jiwa ingkang taksih kalepetan ing pamrih (nafsu, idam-idamanipun suwau lsp.) namung sadermi nerusaken tabeting pakartining pamrih lan nafsu duk rumiyinipun.

Allah “nguripake wong mati” punika kados tulada ing nginggil, ingkang kagesangaken rohipun. Saking conto-conto wau saged kapilah, pundi ingkang idam-idamanipun luhur lan pundi ingkang asor lan kaprahipun mboetn karumaosi dening ingkang ngawaki.

SADERENGIPUN mbabar conto-conto ing nginggil (6.1.1 – 6.1.5) prelu nlusur tembung KASTA, ingkang asalipun saking fahan HINDU, lan sampun maewu-ewu taun umuripun. Kaprahipun kasta punika kasengguh KLS    BEBRAYAN, nanging lungunipun mboten makaten. Kasta punika wontenipun saderengipun wonten agami Islam samangke punika lan tumrap bebrayan universal (ngebeki donya) maksudipun PERANGANING GESANG ingkang sampun CUMITAK, tiyang mboten saged damel.

1. Brahmana : punika golonganing para ulah pikir. Wiwit jaman rumiyin ngantos sapeiki tansah wonten tiyang-tiyang ingkang makaten punika (Pandita, Wiku, Biksu, Tapa, Failsasuf, Theosoof, Pengarang, Mystikus ahli Tasawwuf, Beguron lsp.) ingkang PAKARYANIPUN ULAH BATIN.

2. Ksatrya : punika kapanggih ing WATAK, yen maton, kepanggih ing para ulah kridaning ayuda remenipun leladi dateng bangsa masyarakat kanti sepi ing pamrih, wedi ing wirang wani ing gawe, tekadipun namung memayu ing tanah wutah erah. Punika, tumrap tata lair. Dene tumrap tata batin, tityang ingkang nggadahi TEKAT sinatrya wau mboten ngemungaken prajurit kemawon, nadyan anakipun Jebrak utawi sentena kemawon …… ing donya mesti bade kepanggih tiyang-tiyang ingkang remen laladi.

3. Wahisya : punika ingkang sami ulah pendamel bangsanipun kaum kriya.

4. Sudra : punika tataran asoring jiwa. Wonten ing bebrayan dipun awaki dening bajingan, pelanyah, kere, kecu, pengacau lsp., senajan manggen ing laladan punapa kemawon. Dados kasta punika sami kaliyan tataran utawi PEPRINCENING LELAMPAHAN-ing manunga ing salebeting gesang, ingkang namung saknurut kemawon dateng dasaring TABET ingkang kabekta suwau-suwaunipun. Dene ingkang ngresakaken wontening pepricen-peprincen wau namung Pangeran piyambak, cocok kaliyan ayat suci Qur’an ingkang suraosipun makaten : Suwiji-suwijine iku wus Ingsun tulisake ing ndalem KITAB KANG TERANG……….! Ing basa pesantren, saged ugi kitab kang terang punika kasebut LUHZMAHFUDS (basa Indonesia Garis Hidup), garis ing lelampahan ingkang kasebabaken dening manungsa piyambak.

Wewadosipun :

a. Pangeran nganani luhzmahfuds, ginelar ing donya kalawan tetep. Saderengipun wonten titah, peranganing gesang (luhzmahfuds) sampun cumawis wontenipun 4 tataran.

b. Manungsa saged mbirat luhzmahfuds punika. Sarana darmanipun (pakartinipun) piyambak, ngoncadi jejering garis-gesang wau, upaminipun sarana “ islam, sumarah, suci, pasrah ; ngudi jumeneng MAKRIFAT.

Miturut lampahan-lampahan ingkang katuladakaken, sugih, miskin, pangkat lsp., wau sampun nerusaken tabeting idam-idaman. Pramila pocapan panitisan punika dasaripun leres, sged kagatukaken kaliyan ayat Suci surat As-Sajdah 31 ingkang mungel : “Ing kana  bakal antuk apa-apa kang sira pengini lan apa-apa kang sira suwun”.

Ω

SAREHNING Pangerah punika asipat WENANG gek mangke roh ingkang  kagesangaken punika mboten abadan wadaging manungsa, gek lajeng kagesangaken awadag bajul upaminipun. Kang mangka bajul punika satrunipun manungsa lan manungsa saged nandukaken panguwaospun (mbedil, mbacok lsp), iba sakitipun.

Pramila tumrap pangudi Kasunyatan, kedah mbengkas tegkliwering manah. Ing ngandap punika udar-udaranipun tulada ing ngajeng, angka 6.1.1 – 6.1.5, makaten :

a. Sejajan si Suta putra Wedana, punika sejatosipun namung gebyaring lair. Duking nguni, saderengipun Suto wonten, jiwa (eroh) ingkang MANGGEN ing Suta samangke dalah kancanipun punika KALEPETAN  pakartining (tabeting) nafsu memengsahan. Sapunika ingkang NGUNDUH awohipun, Suta.

b. Senajan si Beja anakipun tiyang pidak pedarakan, nanging kaserenan tabeting kelakuwan luhur. Ingkang ngunduh kesaenan wau inggih sanes tiyang sepuhipun, nanging si Beja.

Tabeting pamrih, pepinginan, nafsu  lsp. wau, mboten lajeng kaunduh sanalika kemawon. Saged ugi sasmpunipun mataun-taun, gesang ingkang bade kalampahan malih sarana idining Pangeran. Gusti Allah mimpin sedaya panyuwun-panyuwun sarana kagantos wadag sanes.

Saminipun katerangan-katerangan ing ngajeng bab Kenabian : Nabi-nabi wau sarehning sami tekadipun (monotheisme), anekadaken ALLAH punika SATUNGGAL lan ESA, pramila Nabi Ibrahim, Musa, Isa lan Muhammad saw, punika ugi namung SATUNGGAL.  Dados sokmakatena Nabi Muhammad saw punika namung nerusaken Kenabianipun Nabi-nabi sakderengipun.

Mila leres, para Theosoof kagungan tekad, yen “meester” utawi Panuntun Agung punika abdan wadag, kempal bebrayan ngenggeni darmaning gesang. Dene panjalmanipun “meester” punika milih titiyang ingkang saged kapanggenan, upamanipun : tiyang remen paring obor datenf bebrayan ingkang sasar. Punika pepindanipun Sang Hyang Wisnu manjanma angedaton ing salah satunggaling tiyang. Inggih jalaran wontening roh-roh luhur ingkang sok manjanma punika, mila lajeng wonten kasta Brahmana.

Sapunika bab tulada angka 6.1.5. ing abad kaping 14-san wonten satunggaling Nindya Mantri asmanipun Mapatih Kino Gajahmada, ingkang damel panjang pungjungipun nagari Majapahit. Ing ngriki ingkang wigatos sanes riwayatipun Gajahmada, nanging idam-idamanipun, inggih punika NYUWIJEKAKEN (Ind. Mempersatukan) Bangsa Indonesia ingkang umadeg saking suku-suku katah saget. Pratikelipun Gajahmada nalika semanten sarana ngawontenaken pepayung, minangka gagaran panata praja, (Indonesia-nipun mukadimmah) inggih punika Sila-sila ingkang kadadosaken dasar. Nanging saderengipun sila-sila ingkang kakersakaken wau dados, kasaru wontening daredah antawisipun para manggalaning praja.

Miturut lampahing sejarah Tanah Jawi senajan mboten kaserat sila-sila ingkang kakersakaken dening Ki Patih Gajahmada  punika inggih ingkang samangke kesebat PANCASILA punika.

Sapunika kacocogna kaliyan pidatonipun Presiden Ir. Soekarna nalika nampi gelar Doctor Honoris Causa ing Universitas Negeri Gajahmada ing Ngajogyakarta. Makaten sesorahipun : “Saya bukan pencipta Pancasila, tetapi saya seorang Soekarno ini hanya sekedar MENGGALI sila-sila iyu yang sejak beratus-ratus tahun telah berurat berakar didada Bangsa Indonesia, ialah PANCASILA”!

Makaten suraosing sesorah ingkang gandeng kaliyan Wedaran Wirid. Semanten ugi sesorahipun nalika ngepyakaken Rapat raksasa Kongress Rakyat ing Surabaya.

Bung Karno kawiyosaken ing Blitar ing tahun 1901M. Tuwuhing pangraos : “Apa Bung Karno wis semayan karo Patih gajahmada?” punapa sebabipun sene idam-idamanipun Bung Karno sami kaliyan idam-idamanipun Gajahmada. Mangka miturut tatalair, sasurudipun Gajahmada ngantos sapriki punika sampun 6 atus taun.

Ing donya pundi kemawon, saderengipun wonten agama Islam, Kristen lsp., sampun wonten (isen-isenipun) Pandita, Filsuf, Sufi lsp. Saben tiyang mboten perduli beragami utawi mboten, bangsa punapa kemawon, MESTI MALEBET ING SALAH SATUNGGILING kasta punika (Al-Buruj, 19).

Wondene tumrap PAKARYAN ing madyaning gesang bebrayan, TETEP wonten ing kahanan  ungeling ayat Suci Qur’an Al-Annaam 132 : siji-sijine uwong iku anduweni derajat dewe-dewe miturut pakaryane.

Pranyata menawi kamanah, kasta-kasta tumrap ukuraning Gusti Allah punika dumunung ing tataraning batin, tegesipun manungsa mung SADREMA nglakoni. Dene ukuraning tiyang gesang : mboten ngrumaosi wontening kasta-kastanipun piyambak-piyambak, nanging “lemlampahan” tumuju dateng kastanipun piyambak-piyambak (Luhzmahfud).

Sababipun ingkang ngayahi KATABETAN sifating jiwa (roh) ingkang miturut idam-idamanipun rumiyin dereng malebet (nurut) tundoning kastanipun. Tegesipun : senajan ta sapunika asor manggen ing kastanipun piyambak, saderengipun katurutan manggen ing kasta inggil piyambak, tetep majanma prelu nuju dateng kasta ingkang luhur (evolusi). Pinten taun lelampahan nuju dateng luhuring kasta (luhzmahfud) punika, namung Pangeran ingkang priksa.

Ngewahi nasib punika pratikelipun kedah sarana mbudidaya mboten namung nrimah manggen ing kawontenan ingkang nembe dipun alami samangke. Punika pancenipun inggih pamrih (pangiketing kdonyan) nanging lugunipun mboten nrimah dateng kawontenan PENGRAOS samangke kemawon lan tansah mbujeng kamulyan lan nyuwiji, sebab : “wus kesuwen anggone ngalami kastane”

Ω

TIYANG gesang punika kedah tansah emut, bilih saparipolahipun tansah nandang BEBANDAN njawi / nglebet. Bebandan njawi rupi alangan-alangan saking ngasanes, para satru (6.1.1.) ingkang rohipun katabetan raos geting, memengsah lsp : inggih pakartining eroh ing rumiyinipun ingkang tansah ngresahi. Kawontenan makaten punika kepanggih ugi ing kalanganing brayat piyambak (anak, semah, mara sepuh, embah, lsp.). dados ing antawisipun brayat piyambak ugi wonten ingkang dados mengsah (enget tabet), kados ingkang kaceta wontening Qur’an serat At-Taghabun 14 : “He wong-wongkang pada iman, sejatine ing antarane bojo lan anak-anakmu ana kang dadi satrumu, mula saka iku sira waspada !”.

Satru ing ngriku, ateges panjanmaning jiwa ingkang kalepetan sipat asor. Kados pundi lika-likuning gesang nuju dateng satunggal-tunggaling kasta (garis gesang) sampun ceta. Samangke saking pundi asalipun luhzmahfud wau !???. wangsulanipun bade kapanggih andaran salajengipun.

Sarehning garis gesang punika tataranipun tetep 4 warni, ing ngandap punika wonten wewerden minangka paseksen lan ing salajengipun supados mboten ngodengaken :

1. Suta mboten mangretos garis-gesangipun. Sarehning mboten sumerep, mila lajeng rekes padamelan, saged katampi lan kadadosaken pegawai tinggi sabab pancen pinter lan nyekapi.

2. Ing satunggaling wekdal, Suta katangkep awit konangan anggenipun korupsi saha lajeng dipun kunjara. Brayatipun sami kateteran, nandang kasisahan lan wangsul sami dados mlarat malih kados nalika lair sepisan. Medal saking kunjara. Suta kapeksa dados tiyang ngemis, senajan secara migunakaken lampah alus (mawi les-derma). (Mirsanana ayat-ayat surat Al-Annaam 132. Al-Ra’du 11, kacocogna kaliyan ayat Al-Fath 23).

Wedaranipun makaten :

Miturut tulada nginggil nomer 1, Gusti Allah mboten ngewah sunahipun, tataran sudra ing Donya TETEP WONTEN. Dene tindakipun Suta wau tuwuh saking sedya ingkang katabetan jiwa asor (sudra). Gebyar gagah, pangkat mentereng, pinter lan cekatanipun njalari Suta sengkud ing panindak-panindak wau, dados piyambakipun nglenggahi kawontenaning ayat Qur’an surat Al-Ra’du II, liripun : Pangeran ora bakal ngowahi apa-apa, yen deweke ora ngowahi……! dados ewahing lelapahanipun si Suta wau margi saking tindakipun piyambak, sanes saking kersaning Gusti Allah.

Ing saupami Suta ngretos, mesti mboten bade ngalami lelapahan-lelampahan makaten punika, mboten bade wangsul sudra malih (saged uwal), sarana kodratipun mestinipun saged ngoncati korupsi. Dados keteranganipun : Suta tetep dados isen-isening luhzmahfud asor.

Ringkesan  :

aa. Sunnah : peraturan undang-undang hukum Allah, kadosta : wontenipun kasta-kasta, luhzmahfud, paten-pinaten, wirang nyaur wirang, mati, urip, lair, wiji tukul nunten awoh, bumi, planet tansah mubeng, wiwit jaman kina mboten brebah, panggah makaten.

bb. Sunnah : tumrap lelampahan wonten 4 tataran, tetep punika wontenipun lan mboten saged ewah gingsir, nanging saged kaewahan dening tiyang ingkang taksih gesang abadan wadag. Ewahipun saking sakedik, upaminipun saking Waisya, minggah dados Satrya saterusipun, gumantung dateng pakartinipun nalika gesang.

cc. Luhzmahfud (kitab terang), garis hidup. Inggih punika sugih, miskin, bodo, pinter, kepenak, ora kepenak, gendeng, waras, pangkat, kere, negja, cilaka lsp., tetep wonten. Liripun luhzmahfud punika agem-agemanipun tiyang satunggal-satunggal ingkang piyambakipun mboten tumut-tumut ndamel. Ingkang mahanani inggih punika : jiwa ingkang manjanma wonten ing angganipun mbekta TABET.

Kadosta : tabeting durjana, anabeti jiwa dursila (pundi-pundi wonten), senajan pangkat sugih, lsp. Utawi tabeting dursila, nabeti panindak : madon, mangan, maling, lsp. Tabeting jiwa sae tukul (nabeti) sae, luhur, pandita, mukmin lsp. !

Makaten lelampahan-lelampahan ingkang tansah mubeng mbrebawani bebrayan.

Sumber buku Wedaran Wirid I, Ki R.S. Yoedi Parto Yoewono. Surabaja : Djojobojo, 1962-64.
—————————
Alang Alang Kumitir